sta
Oleh : | 13 Januari 2016 | Dibaca : 2360 Pengunjung
Oleh: I Komang Pasek Antara
Desa Adat Asak tergolong salah satu desa kuna yang ada di Kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Dinas Pertima, Kecamatan Karangasem, lokasinya sekitar 4 km dari kota Amlapura ke arah barat menuju jalan ke Denpasar. Sebagai sebuah sosok desa kuna tentu syarat akan aktivitas ritual agama dan tradisi budayanya yang unik. Aktivitas ritual agama dan budaya yang hingga kini masih ajeg di Desa Adat Asak sangatlah banyak bebarapa diantaranya: Usaba Kaulu, Usaba Sumbu, Rejang, Pendet dan Gebug/Maniang.
Salah satu ritual keagamaan Desa adat Asak yang cukup unik penulis langsung liput adalah Usaba Kaulu (Ngusaba Ngaulu). Apanya yang unik dari Usaba Kaulu sehingga menarik untuk diliput dan dipublikasikan?
Nyepeg Sampi (pembunuhan/tebas sapi) namanya, salah satu rangkaian kegiatan Usaba Kaulu yang tergolong dalam upacara Bhuta Yadnya (pecaruan) untuk menetralisisr alam wilayah desa dari gangguan mahkluk jahat. Ritual tersebut rutin digelar setiap sasih kaulu (sekitar bulan Januari/Pebruari)
Pada tanggal 29 Januari 2012 lalu suasana pagi sekitar pukul 08.00 wilayah Desa Adat Asak masih sedikit lenggang saat penulis memasuki wialayah desa tersebut, hanya beberapa kelompok warga laki-perempuan dan dehe-teruna (pemudi-pemuda) berbusana adat di depan rumahnya masing-masing.
Penulis dengan seorang teman fotografer I Made Pasek Mudhana, S.Kom berjalan kaki menuju kediaman Keliang Desa Adat Asak Bapak I Nyoman Winata, SH untuk minta ijin liputan. Dengan ramah dehe (gadis) berparas cantik, kulit putih langsat berperawakan tinggi mengenakan busana adat menyapa penulis di depan rumahnya. Novi namanya, mahasiswi Unhi Denpasar, putri Bapak I Nyoman Winata dengan spontan berujar seperti sudah diketahui maksud dan tujuan kedatangan penulis, “ngerereh bapak nggih, bapak kantun ring Jakarta” (cari bapak ya, bapak masih di Jakarta).
Karena Bapak Winata tidak ada, maka Novi menunjukkan rumah Wakil Keliang Desa Adat Asak, Bapak I Ketut Sudira yang ada di sebelah baratnya. Juga Bapak I Ketut Sudira tidak ada, menurut istrinya sudah ke lokasi upacara Usaba Kaulu.
Saat penulis menuju lokasi upacara mulailah terlihat banyak warga masyarakat laki-perempuan, anak-anak dan dewasa dengan busana adat keluar dari rumah menuju lokasi upacara. Akhirnya penulis bertemu dengan Pak I Ketut Sudira di lokasi upacara di Pura Patokan Balai Banjar Asak Kangin untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan penulis.
Nyepeg Sampi
Banyak tahapan ritual yang hendak dijalankan sebelum dan sesudah dilakukan Nyepeg Sampi. Matahari pagoi sudah beranjak mulai naik sekitar pukul 09.00 mulailah rangkaian upcara Nyepeg Sampi. Diawali dengan para teruna desa memasuki areal banjar untuk mempersiapkan rangkaian upacara Nyepeg Sampi. Pelaksanaan ritual Nyepeg Sampi didominasi oleh para seke dehe-teruna Asak.
Pare dehe-teruna yang akan melakoni Nyepeg Sampi para terunanya mengenakan busana kain warna hitam dibalut saput warna putih dan diikat sabuk poleng (warna hitam-putih) dengan mengenakan destar warna merah tapi tanpa mengenakan baju serta dipersenjatai blakas penyepegan sampi . Sedangkan para teruninya mengenakan kebaya seragam brokat warna kuning dan kainnya warna-warni membawa bokor dilengkapi sesajen kembang.
Dimulai Jero Mangku mempersiapkan penataan banten di Pura Patokan, sementara para terunanya menyucikan sapi dengan sarana upacara dan menghiasnya dengan kain warna-warni di jaba (bagian luar) Pura Puseh.
Upacara selanjutnya, barulah dilakukan prosesi, seekor sapi diarak keliling desa diiringi gamelan Baleganjur dan diikuti oleh seluruh dehe-teruna dan krama Desa Adat Asak. Selama prosesi jalan raya ditutup sementara dari deru kendaraan. Prosesi keliling desa berkahir di depan Balai Banjar. Sebelum sapi memasuki balai banjar sapi dipapag (disambut) dengan sarana banten pejati dan selengkapnya oleh Jero Mangku. Sapi yang dijadikan caru harus berjenis kelamin jantan lengkap dengan buah pelirnya.
Di Pura Patokan sapi diupacarai dengan mengelilingi Palinggih Patokan sebanyak tiga kali, dan para terunanya melakanakan persembahyangan memohon kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa yang berstana di Pura Patokan agar upacara Nyepeg Sampi berjalan dengan selamat dan sukses.
Setelah upacara di Pura Patokan, barulah memasuki detik-detik menegangkan penyepegan sampi segera akan dimulai. Krama Desa Adat Asak tumpah ruah di jalan akan menyaksikan dan menunggu sapi ke luar dari balai banjar. Harap-harap cemas sapi yang dilepas lari ke jalan dikhawatirkan menabrak rumah dan kerumunan warga di jalan raya.
Begitu sapi dilepas dari talinya oleh para teruna sekitar pukul 10.00 sapi keluar dari pintu balai banjar langsung lari menuju arah selatan, melihat sapi telah keluar dari balai banjar, krama spontan berhamburan minggir ke pinggir jalan, dan saat itu pula langsung dikejar sambil bersorak-sorai kegirangan oleh ratusan teruna sembari membawa blakas untuk disepeg serta diikuti oleh krama desa lainnya.
Sembari berlari mengejar sapi, beberapa meternya tubuh sapi sudah dapat disepeg beramai-ramai oleh teruna, darah merah segar sapi pun muncrat, bahkan muncrat darahnya mengenai tubuh teruna. Baru berlari sekitar 100 meter ke arah selatan sapi gemuk yang berharga 10 juta rupiah itu akhirnya tumbang menghembuskan napas terakhir dan tergeletak di jalan raya.
Kemudian sapi tersebut dicabik-cabik organ tubuhnya. Pertama kepala sapi dipotong langsung dibawa ke banjar. Organ tubuh sapi lainnya menyusul dibawa ke balai banjar untuk dibuatkan bayang-bayang berbentuk seekor sapi untuk diolah dijadikan bahan caru, dan sisanya diolah untuk dimakan megibung (makan bersama) bersama: teruna-deha, pecalang dan krama saing (karma desa).
Denda Mencapai 10 Juta Rupiah
Yang menarik dari aturan tempat nyepeg sampi, menurut tokoh adat Desa Asak, I Wayan Nesa (54 tahun) yang bergelar Jero Menange, apabila nyepeg sampi di areal wilayah desa adat dan pintu/Balai Banjar Asak Kangin (tempat saat sapi dilepas) dikenai denda. Nyepeg Sampi di areal balai banjar dikenai denda seharga sapi yaitu 10 juta rupiah, di pintu balai banjar denda sebesar Rp. 200.000,-/anggota teruna, sedangkan masih di areal wilayah desa (bukan di pintu/areal banjar) dikenakan denda paling kecil Rp 35.000,-/anggota teruna.
Kini jumlah teruna Desa Adat Asak yang sebagian juga tinggal di perantauan sebanyak 150 orang. Berapa jumlah denda yang harus dibayarkan oleh para teruna tinggal mengalikan jumlah anggota teruna dengan denda tempat nyepeg sampi. Denda tersebut disetor menjadi kas teruna.
Katanya Jero Menange, jaman dulu para teruna guna menghindari denda nyepeg sampi selalu di luar wilayah desa, bahkan sampi sempat lari sampai ke desa tetangga Bungaya dan bahkan sampai ke arah selatan di pantai Desa Adat Perasi 4 km setelah melewati Desa Adat Timbrah. “memang melelahkan tapi asyik negejar sapi sampai jauh” katanya Jero Menange.
Dijelaskan oleh warga Desa Asak kepada penulis termasuk Jero Menange, ayah dari 3 putra ini, era sekarang teruna nyepeg sampi di wilayah areal desa semata-semata untuk efesien meskipun harus bayar denda, yang penting tidak mengurangi nilai ritual. Juga penghasilan ekonomi para teruna sekarang sudah meningkat dibandingkan dengan dulu.
Nanceb Batang
Ada makna dibalik lokasi nyepeg sampi bukan di balai banjar adalah ada nilai-nilai perjuangan bersatu padu dengan warga mengejar/menaklukkan sapi meski berlari jauh.
Disisi lain masih ada yang menarik serangkaian Usaba Kaulu di Desa Adat Asak, warga Desa Adat Asak yang memiliki rumah di jalan raya umum desa wajib pasang penjor dan nanceb (tanam) batang di depan rumahnya. Sepanjang jalan raya Desa Asak sangat marak nan indah dihiasi penjor dan batang
Apa itu Batang? Batang adalah potongan sebatang pohon jenis pisang lokal gedang saba tanpa pelepah dan daun pisang, berukuran panjangnya sekitar 2,5 meter dan berdiameter 50 cm di tanam di tanah terbalik (umbi akarnya ke atas sedangkan batang bagian atasnya di tanam).
Umbi akarnya dihiasi jejaitan lis dan cenige (hiasan janur) dan lamak sepanjang Batang disertai banten bayuan agung lengkap dengan seekor ayam panggang. Makna ritualnya nanceb Batang adalah mohon kepada Ida Sangyang Widhi Wasa kesejahteraan dan keselamatan warga desa. Keesokan sore sore harinya setelah sapi disepeg, maka batang tersebut dicabut, dan upacara setelah selesai.
Penulis, Pegawai Diskominfo Kab. Karangasem
Amlapura, 8 Pebruari 2012
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Karangasem,
Ir. Gde Ngurah Yudiantara, M,M
NIP. 19630929 198903 1 016
Unik, Nyepi di Bali Bersamaan dengan Gerhana Matahari
6465MAKNA NGELINGGIHANG DEWA HYANG
2638MENYONGSONG HADIRNYA SEORANG “NEGARAWAN”
2734PENGARUH INTELIGENSI DAN PENALARAN FORMAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 AMLAPURA
2227PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DENGAN PENILAIAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR DASAR DAN KRITIS SISWA
Hari Senin s/d Kamis Jam: 07.30 s/d 15.00 Wita
Hari Jumat Jam: 07.30 s/d 14.00 Wita
Pengunjung hari ini : 524
Total pengunjung : 466057
Hits hari ini : 2403
Total Hits : 4786146
Pengunjung Online: 6