sta PPID KABUPATEN KARANGASEM-ppid.karangasemkab.go.id

Baca Artikel

Terjadi di Desa Ababi, Karangasem Setahun tiga kali menyelenggarakan hari nyepi

Oleh : karangasemkab | 14 Januari 2013 | Dibaca : 1421 Pengunjung

Pelaksanaan keagamaan yang sangat unik Nyepi bagi umat Hindu khusunya di Bali, umumnya dilaksanakan hanya sekali yaitu sehari penuh selama 24 jam dalam setahun. Tetapi ada yang lebih unik lagi di wilayah ujung timur pulau Bali tepatnya di sebuah desa bernama Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Pelaksanaan Nyepi di wilayah desa tersebut malah berlangsung lebih dari sekali, sampai tiga kali dalam setahun. Lokasi DesaAbabi berada disebelah utara objek wisata Taman Tirta Gangga, sekitar 15 km dari kota Amlapura menuju arah utara jalan menuju Kota Singaraja. Mengapa dan bagaimana hari Nyepi alaDesa Ababi?

Pelaksanaan Nyepi nasional bagi seluruhumat Hindu di Indonesia dilaksanakan pada pergantian tahun Baru Icaka setiap tahun sekali setiap bulan Maret/April. Umat Hindu selama 24 jam penuh melaksanakan brata penyepian. Umat Hindu tidak diperkenankan/larangan melakukan empat jenis kegiatan/aktivitas yang biasanya dilakukannya sehari-hari. Empat jenis larangan kegiatan/aktivitas tersebut meliputi: Amati Geni (tidak menyalakan api/lampu dan tidak boleh mengobarkan hawa nafsu); Amati Karya (tidak melakukan kegiatan/kerja pisik, melainkan tekun melakukan penyucian rohani; Amati Lelungan (tidak bepergian kemana-mana, melainkan senantiasa mulat sarira/atau mawas diri di rumah serta melakukan pemusatan pikiran bhakti kehadapan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam berbagai manifestasinya dan Amati Lelungan (tidak mengadakan hiburan/rekreasi atau bersenang-bersenang lainnya). Pada saat Hari Nyepi itulah umat Hindu telah memasuki tahun baru Icaka.

 

Tiga Kali Melaksanakan Nyepi

Dua hari Nyepi tambahan lagi yang wajib dilaksanakannya oleh warga Ababi adalah Nyepi Purusa dan Nyepi Luh. Purusa sinonim dari laki dan Luh berarti perempuan. Pelaksanaan kedua Nyepi Purusa dan Nyepi Luh juga berlangsung setiap tahun sekali, tetapi waktu pelaksanaannya berbeda. PelaksanaanNyepi Purusa dan Nyepi Luh mendahului dengan hari Nyepi dalam pergantian tahun baru Icaka. Demikian halnya pelaksanaan antara Nyepi Luh dan Nyepi Muani waktunya berbeda. Nyepi Luh dilaksanakan pada hari kajeng tilem sasih kapitu (bulan mati ketujuh perhitungan Bali) terkait dengan digelarnya upacara agama piodalan di Pura Kedaton Desa Adat Ababi, sedangkan hari Nyepi Muani dilaksanakan dalam tempo waktu sebulannya lagi tepatnya pada hari tilem sasih kaulu (bulan mati kedelapan perhitungan Bali).

 

Tidak Boleh Bekerja

Pelaksanaan hari Nyepi Luh baru di berlakukan keesokan harinya setelah puncak upacara piodalan di Pura Kedaton Desa Ababi. Pelaksanaan Nyepi hanya diberlakukan kepada kaum wanitanya saja semua golongan umur. Kaum wanitanya wajib melakukan brata penyepian (larangan–larangan) tetapi tidak diberlakukan seperti larangan Nyepi pada umumnya di Bali, hanya dilaksankan amati karya saja yaitu: tidak boleh bekerja baik itu keperluan ekonomi atau kerja sehari–hari dirumah, tidak berpergian diluar wilayah desa dan dilarang mengendarai kendaraan bermotor. Larangan tersebut hanya berlaku sehari (24 jam) sama seperti Nyepi pergantian tahun Icaka, dimulai pada pagi hari saat mata hari mulai terbit sampai keesokanharinya saat matahari mulai terbit kembali sekitar pukul 06.00. Pelaksanaan Nyepi ditandai dengan suara kulkul (kentongan) desa dan sembahyang bersama di Pura Kedaton.

Saat itu bagi kaum wanita warga Desa Adat Ababi yang baru menempuh mahligai rumah tangga, bertempat di Pura tersebut merekalangsung dikukuhkan oleh pengurus desa adat sebagai krama pengarep (anggota utama) baru Desa Adat Ababi.

Berbeda dengan Nyepi Luh, Nyepi Muani dilaksanakan terkait dengan digelarnya upacara agama Usaba di PuraDalem. Pelaksanaan Brata (larangan) Nyepi Muani sama seperti Nyepi Luh, hanya Nyepi ini berlaku bagi kaum prianya saja dari semua golongan umur. Mereka melakukan brata penyepian sehari setelah puncak upacara di Pura Dalem, dan setelah melaksanakan persembahyangan bersama di Pura tersebut.

Mengenai sangsi hukum bagi masyarakat yang melakukann pelanggaran brata penyepian, menurut Drs. I Made Adnyanatokoh masyarakat Ababi yang ditemui penulis, sampai saat ini belum ada sangsi hukumanya yang tertuang dalam awig–awig (peraturan desa), karena memang belum pernah ada yang melanggar, kalaupun ada masyarakat yang terbukti melanggar hanyalah kena sangsi sosial saja.

Masyarakat Desa Adat Ababi dalam mengapresiasikan brata penyepian diekpresikan dalam berbagai cara kegiatan sesuai dengan ajaran agama Hindu dan tradisi, Berdiam diri masing-masing di rumah merenung mengintropeksi diri apa yang pernah dilakukan sebelumnya yang perlu diperbaiki untuk masa depan yang lebih baik lagi. Sehari setelah Nyepi aktivitas upacara di masing–masing Pura Kedaton dan Pura Dalem juga berakhir. Waktu tersebut digunakan oleh Warga Desa Ababisaling mengunjungi antar keluarga/kerabat untuk mempererat tali persaudaraan.

 

”Perkawinan” AntarIda Betara

Drs. I Made Adnyana mengatakan kepada penulis di rumah kediamannya di Desa ababai tradisi budaya Nyepi Luh dan Nyepi Muani sudah berlangsung sejak desa itu berdiri sekitar abad ke–11. Kata Adnyana yang Ketua Parisadha Kecamatan Abang dan guru SD itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti tertulis berupa lontar atau bentuk tulisan lainnya, hanya ada mitologi yang berkembang di masyarakat Desa Adat Ababi, bahwa adanya hubungan ”perkawinan” suami–istri) antara Ida Bathara yang berstana di Pura Dalem (pihak suami) dan Ida Bathara yang berstana di Pura Kedaton (pihak istri).

Lanjut dikatakan Bapak Adnyana, filosofi Nyepi di Desa Adat Ababi sama dengan Nyepi pada umumnya di Bali, yaitu sebagai momentum untuk sujud bhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) dan sekaligus intropeksi diri apa yang dibuat sebelumnya akan menjadi lebih baik di masa mendatang. Inilah wujud emanisipasi wanita, para wanitanya memperoleh hak yang sama dengan prianya.

Desa Ababi selain memiliki budaya Nyepi yang unik itu, juga memiliki aktivitas upacara agama disebut ngaben jero ketut (suatu upacara terhadap hama tikus sawah yang telah dibunuh).



Artikel Lainnya :

Lihat Arsip Artikel Lainnya :

 



Waktu Pelayanan Informasi

Hari Senin s/d Kamis Jam: 07.30 s/d 15.00 Wita

Hari Jumat Jam: 07.30 s/d 14.00 Wita

Link Terkait
Kritik Saran
Polling
Bagaimana Penilaian Anda Terhadap Website ini?
Statistik


4792491

Pengunjung hari ini : 885
Total pengunjung : 466429

Hits hari ini : 8748
Total Hits : 4792491

Pengunjung Online: 7