sta
Oleh : | 05 Oktober 2015 | Dibaca : 2234 Pengunjung
PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DENGAN PENILAIAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR DASAR DAN KRITIS SISWA
Oleh
I Wayan Rangki
SMP Negeri 4 Bebandem
Abstrak
Penelitian ini bertujuan (1) meningkatkan keterampilan berpikir dasar siswa dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem dengan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep, (2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem dengan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep, dan (3) mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap penerapan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem . Penelitian ini menggunakan seting tiga siklus. Data keterampilan berpikir dasar dan kritis dikumpulkan dengan tes essai dan tanggapan siswa dikumpulkan dengan angket. Hasil analisis data menunjukkan, (1) penerapan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir dasar siswa kelas VIIIA dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 4 Bebandem , (2) penerapan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIIA dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 4 Bebandem , dan (3) penerapan model Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dapat mengakomodasi peningkatan tingkat kepuasan siswa dalam belajar.
____________
Kata-kata kunci: group investigation, peta konsep, berpikir dasar, dan berpikir kritis
1. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan terpenting dalam pendidikan modern sekarang ini adalah mendidik setiap orang untuk dapat mengatasi permasalahan di dalam hidup dan lingkungan sosialnya (Selçuk, et.al., 2008). Zakaria & Iksan (2007) menyatakan bahwa pendidikan sekarang ini harus memberikan kesempatan siswa untuk memahami tantangan di masa depan dan tuntutan dalam lingkungan kerja maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Siswa tidak hanya membutuhkan pengetahuan tetapi juga keahlian berkomunikasi, keahlian menyelesaikan masalah (problem solving skills), serta keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Hal senada juga diungkapkan oleh SU, et.al., (2011) yang menyatakan bahwa tujuan belajar adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman melalui penyelidikan ilmiah seperti seorang ilmuwan yang menyelidiki tentang alam.
Pendidikan Matematika memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan Matematika dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) telah diterapkan peneliti selama semester I tahun pelajaran 2012/2013. Peneliti menggunakan model pembelajaran tersebut dengan asumsi kondisi kelas yang sangat heterogen, baik dari segi jenis kelamin maupun kemampuan akademik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kelas unggulan di SMP Negeri 4 Bebandem khususnya kelas VIII. Selain itu, pada Tahun 2012 dan 2013, peneliti telah menerapkan pembelajaran kooperatif tersebut di SMP Negeri 4 Bebandem , tetapi tidak pada subjek yang sama dengan hasil menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut berpengaruh secara signifikan dalam pencapaian keterampilan berpikir kritis yang tercermin dalam hasil belajar siswa di bidang Matematika. Meskipun diterapkan pada subjek (siswa) yang tidak sama, dengan asumsi tersebut peneliti meyakini pembelajaran kooperatif tipe GI cocok diterapkan pada pembelajaran Matematika di kelas VIII SMP Negeri 4 Bebandem .
Ketiga kelas yang peneliti ampu, yaitu kelas VIIIA , VIIIB , VIIICmenunjukkan hasil belajar yang berbeda. Kelas VIIIB dan VIIICmenunjukkan hasil yang memuaskan, sedangkan kelas VIIIA menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Ketika melakukan presentasi di kelas VIIIA , siswa cenderung tidak memahami apa yang dibuatnya. Ketika dikonfirmasi dengan beberapa pertanyaan dari kelompok lain, kelompok penyaji belum menunjukkan penguasaan terhadap hasil investigasinya. Tentunya hal ini berdampak pada hasil ulangannya, di mana pada skala 100, nilai rata-rata hasil ulangan tengah semester ganjil adalah 65,10 (nilai terendah 45,00 dan tertinggi 97,50).
Beberapa upaya telah dilakukan seperti memberikan nilai tambahan bagi setiap siswa yang bertanya, memilih secara acak kelompok yang akan ditunjuk untuk presentasi, dan melakukan pembahasan soal-soal terkait konsep yang dipelajari. Seyogyanya dengan berbagai upaya tersebut, hasil yang ditunjukkan memuaskan. Nilai rata-rata ulangan akhir semester I adalah 67,44 (nilai terendah 47,50 dan tertinggi 77,50) (Leger kelas VIIIA mata pelajaran Matematika tahun 2012). Walaupun terjadi peningkatan rata-rata pencapaian hasil belajar, tetapi secara klasikal hasilnya belum memuaskan yang tampak dari nilai terendah yang diperoleh siswa dan penurunan nilai tertinggi yang dicapainya.
Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut, memberikan inspirasi untuk melakukan refleksi terhadap penerapan model dan penilaian pembelajaran yang dilakukan selama semester I tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA . Hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut.
(1),penerapan pembelajaran kooperatif GI perlu dioptimalkan. Ketika melakukan investigasi kelompok, siswa diharapkan secara bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapinya. Selama ini, ada beberapa kelompok yang belum melakukan investigasi secara optimal, hanya satu sampai dua orang dalam kelompoknya yang melakukan investigasi. Kemudian dalam tahap organizing siswa nampaknya belum mampu menghubungkan konsep-konsep yang digunakan dalam pemecahan masalahnya. Akibatnya pemecahan masalah yang dibuat belum dimaknai secara optimal. Pembelajaran bermakna dapat terwujud apabila siswa mampu menghubungkan konsep baru yang diperolehnya dengan konsep yang sebelumnya yang telah dimiliki. Hal ini didukung oleh Mistades (2009) yang menyatakan bahwa belajar bermakna terjadi jika pebelajar mencoba menghubungkan konsep dan proposisi baru atau informasi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya (prior knowledge). Pengetahuan awal (prior knowledge) merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa (Novak, dalam Solaz-Portales & Lopez, 2007).
(2),diskusi pembahasan tes ataupun soal-soal LKS yang dilakukan selama ini dinilai memberikan manfaat yang sangat terbatas terhadap hasil belajar siswa. Siswa dalam belajar Matematika akan lebih banyak menghafalkan rumus-rumus, bukan memahami konsep Matematika. Akibatnya apa yang dipelajari siswa menjadi tidak bermakna, tentunya hal ini akan bermuara pada pemahaman yang dimilikinya.
(3), penilaian yang dilakukan melalui sistem tes tertulis dengan tipe pilihan ganda selama ini memiliki manfaat yang sangat terbatas terhadap pemahaman siswa. Sistem penilaian tersebut, cenderung tidak mencerminkan kebermaknaan belajar bagi siswa.
Berdasarkan hasil-hasil refleksi terhadap pembelajaran dan penilaian pembelajaran Matematika yang dilakukan selama ini, maka pada semester II tahun pelajaran 2012/2013, digagas suatu tindakan: “Penerapan model Group Investigation dengan penilaian peta konsep untuk meningkatkan keterampilan berpikir dasar dan kritis siswa kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem ”.
Teori konstruktivisme sosial oleh Vygotsky menekankan bahwa lingkungan sosial/orang lain memiliki peran signifikan dalam belajar (Jones & Brader-Araje, 2002). Melalui interaksi itulah anak akan mengembangkan cakrawala berpikirnya. Melalui studi kelompok itu, siswa dapat saling mengoreksi, mengungkapkan gagasan, dan saling meneguhkan.
Pembelajaran kooperatif diterapkan dalam kelas dengan keterampilan akademik yang heterogen. Siswa yang mempunyai keterampilan akademik kurang akan dibantu oleh siswa yang keterampilan akademiknya lebih baik dalam suatu kelompok. Pada kelas VIIIA di SMP Negeri 4 Bebandem yang terdiri dari 32 orang siswa yang memiliki kemampuan berbeda (heterogen) sangat mungkin diterapkan pembelajaran kooperatif.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Slavin (1995) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap perbaikan hubungan antar kelompok dan kepercayaan diri siswa, sehingga tumbuh motivasi dalam diri siswa untuk mengulangi kegiatan tersebut. Hal senada diungkapkan Mandal (2009) yang menyatakan bahwa belajar kooperatif merupakan salah satu strategi sukses dalam mengajar dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan siswa yang berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang beraneka ragam dalam meningkatkan pemahaman terhadap konsep yang dipelajari.
Pembelajaran kooperatif yang dikembangkan adalah Group Investigation (GI). Slavin (1995) menyatakan bahwa model Group Investigation (GI) memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu: (1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan), (2) planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana siapa melakukan apa, apa tujuannya), (3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi), (4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis), (5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), (6) evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Sebagai salah satu model pembelajaran yang berlandaskan paradigma pembelajaran konstruktivistik, penerapan model pembelajaran kooperatif GI hendaknya diikuti dengan model penilaian yang berlandaskan paradigma pembelajaran konstruktivistik juga. Ini relevan dengan pendapat Popham (dalam Sukadi, 2006) yang menyatakan bahwa assessment driven teaching-learning process.
Penilaian berbasis peta konsep merupakan salah satu model penilaian yang berlandaskan paradigma pembelajaran konstruktivistik. Menurut paradigma pembelajaran konstruktivistik tersebut, pebelajar tidak mudah menyimpan fakta dan konsep baru (memorizing new facts and concepts) ke dalam kerangka pengetahuan yang dimilikinya. Untuk mendukung teori tersebut, diperlukan bukti empiris bahwa pengetahuan dapat disusun dengan kerangka yang baik yang pada akhirnya menentukan bagaimana pengetahuan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang dihadapi di dunia nyata.
Hal senada diungkapkan Mistades (2009) yang menyatakan bahwa belajar bermakna terjadi jika pebelajar mencoba menghubungkan konsep dan proposisi baru atau informasi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya (prior knowledge). Novak & Gowin (1985) dalam bukunya learning how to learn menyatakan bahwa untuk mewujudkan terjadinya belajar bermakna dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran peta konsep akan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Pemahaman yang mendalam merupakan dasar untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti keterampilan berpikir kritis.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, tampaknya kualitas proses pembelajaran Matematika di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem perlu ditingkatkan, utamanya dalam rangka peningkatan keterampilan berpikir. Penerapan secara interaktif antara model pembelajaran dan penilaian diduga dapat memberikan sumbangan alternatif pemecahan masalah dalam proses pembelajaran Matematika, khususnya dalam peningkatan keterampilan berpikir. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Model penilaian yang diimplementasikan adalah penilaian peta konsep.
Masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir dasar dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem ? (2) Bagaimanakah model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2012 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem ? (3) Bagaimana tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem ?
Tujuan penelitian ini adalah: (1) meningkatkan keterampilan berpikir dasar siswa dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2010/2011 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep, (2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep, dan (3) mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian peta konsep dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem .
Manfaat penelitian ini, antara lain: pertama, siswa dapat memberikan kesempatan mengembangkan kreativitasnya, memperoleh peluang untuk mengeksplorasi, meneliti, dan memperluas pemahaman sebagai akibat proses penyelidikan yang dilakukan secara kooperatif; kedua, proses pembuatan peta konsep akan memfasilitasi siswa agar menemukan sendiri hubungan antara konsep-konsep sains khususnya Matematika sehingga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang tentunya bermuara pada peningkatan kompetensi yang dimilikinya; ketiga membelajarkan siswa agar mampu hidup dalam suasana kebersamaaan di dalam kelas, saling menghargai, saling mengisi kekurangan pada diri siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif; keempat melalui instrumen keterampilan berpikir dasar dan kritis dengan tes uraian dapat melatih siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir yang nantinya akan dapat memahami apa yang dipelajarai secara mendalam; dan kelima hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai alternatif penggunaan model belajar dan penilaian inovatif, sehingga guru dapat memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan juga mediator dalam proses belajar mengajar.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang secara umum bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA semester II tahun pelajaran 2012/2013 di kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem , sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir dasar dan kritis siswa. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 4 Bebandem pada semester II tahun pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa seluruhnya adalah 32 orang. Obyek penelitian adalah: (1) model pembelajaran kooperatif tipe GI, (2) penilaian peta konsep, (3) keterampilan berpikir dasar, (4) keterampilan berpikir kritis, (5) tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif GI dan penilaian peta konsep dalam pembelajaran Matematika.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: (1) data keterampilan berpikir dasar siswa, (2) data keterampilan berpikir kritis siswa (3) tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif GI dengan penilaian peta konsep dalam pembelajaran Matematika. Data pertama dan kedua dikumpulkan dengan tes essai keterampilan berpikir dasar dan kritis dan data ketiga dikumpulkan dengan teknik angket. Nilai 67 pada skala 100 merupakan kriteria keberhasilan minimal dalam pencapaian hasil belajar siswa yang tercermin pada keterampilan berpikir dasar dan kritis siswa. Selain keterampilan berpikir dasar dan kritis siswa dilihat dari rata-rata nilai keterampilan berpikir dasar dan kritis, dalam penelitian ini juga dilihat dari Ketuntasan Belajar (KB). Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif GI dengan penilaian peta konsep dilakukan dengan analisis deskriptif. Data tanggapan siswa dianalisis berdasarkan rata-rata skor tanggapan siswa. Sebagai kriteria keberhasilan adalah skor yang diperoleh 70 ke atas dengan kategori positif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Hasil tes keterampilan berpikir dasar (KBD) dan berpikir kritis (KBK) pada ketiga siklus, disajikan dalam bentuk matrik seperti Tabel 3.1. Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa, nilai rata-rata hasil belajar yang meliputi keterampilan berpikir dasar (KBD) adalah 60,10 dan berpikir kritis (KBK) adalah 54,48 pada siklus I. Nilai yang diperoleh pada siklus I tersebut belum mencapai kriteria keberhasilan minimal, yaitu 67. Kemudian prosentase ketuntasan belajar untuk keterampilan berpikir dasar (KBD) baru mencapai 24% dan keterampilan berpikir kritis (KBK) mencapai 26%.
Tabel 3.1
Profil Keterampilan Berpikir Dasar dan Berpikir Kritis
Keterangan |
Jenis Data |
|||||
Siklus I |
Siklus II |
Siklus III |
||||
KBD |
KBK |
KBD |
KBK |
KBD |
KBK |
|
Rata-Rata |
60,10 |
54,48 |
67,14 |
65,43 |
72,57 |
72,95 |
Standar Deviasi |
7,50 |
10,59 |
7,50 |
6,42 |
6,64 |
7,94 |
Nilai Tertinggi |
80,00 |
88,00 |
92,00 |
84,00 |
92,00 |
92,00 |
Nilai terendah |
52,00 |
32,00 |
56,00 |
56,00 |
68,00 |
60,00 |
Frekuensi Nilai 67 ke atas |
5 |
6 |
16 |
16 |
32 |
30 |
Frekuensi Nilai dibawah 67 |
27 |
26 |
16 |
16 |
0 |
2 |
Kategori |
Baik |
Baik |
Baik |
Baik |
Baik |
Baik |
Ketuntasan Belajar (%) |
24 |
26 |
50 |
50 |
100 |
88 |
Hasil analisis tanggapan siswa adalah 60,31 pada siklus I dengan kategori cukup positif. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I terungkap beberapa kendala dan hambatan yang dijadikan sebagai refleksi untuk siklus II terkait dengan proses pembelajaran dan penilaian, antara lain: pertama, proses investigasi berkelompok masih belum berjalan optimal. Kedua, pada tahap penyusunan peta konsep, siswa cenderung tidak membangun peta konsep melalui proses elaborasi berbagai sumber, melainkan mereka meniru peta konsep yang ada di buku paket. Ketiga, pada saat melakukan presentasi, perwakilan kelompok yang menyajikan peta konsep masih nampak didominasi oleh anggota kelompok lain yang dianggap memiliki kemampuan lebih dibanding yang anggota lainnya. Keempat, pada saat diskusi kelas, siswa belum menunjukkan keaktifan dalam menanggapi sajian kelompok.
Berdasarkan temuan pada siklus I tersebut, maka diadakan upaya untuk memperbaiki proses tindakan pada siklus berikutnya, yaitu: pertama, pada saat investigasi kelompok, guru masuk ke dalam tiap-tiap kelompok, menanyakan kendala yang dialami kemudian memberikan tuntunan sehingga investigasi kelompok berjalan optimal tanpa ada dominasi oleh beberapa anggota kelompok. Kedua, pada siklus dua guru menuntun siswa dalam kelompok untuk menemukan konsep-konsep yang dipakai memecahkan masalah terlebih dahulu, kemudian mengarahkan siswa untuk menemukan hubungannya sendiri yang diwujudkan dalam peta konsep. Ketiga, ketika diskusi kelas, pada siklus II penyaji tidak lagi merupakan perwakilan kelompok yang dipilih dalam kelompoknya tetapi diacak dengan ditunjuk oleh guru. Hal ini diharapkan mampu mengurangi dominasi oleh beberapa orang ketika presentasi. Keempat, ketika diskusi kelas guru memfungsikan diri sebagai manager. Untuk meningkatkan keaktifan, guru memberikan reward kepada siswa yang mau menanggapi ataupun bertanya pada kelompok penyaji. Kelima, pada bagian akhir pembelajaran siswa diwajibkan membuat peta konsep secara individual. Namun, peta konsep yang menjadi hasil investigasi kelompok tetap dikumpulkan. Nantinya, siswa yang mampu menunjukkan pengembangan pada peta konsep jika dibandingkan dengan peta konsep awal yang merupakan hasil investigasi kelompok, itulah yang akan mendapat nilai tambah. Melalui beberapa upaya perbaikan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikirnya. Selain itu, siswa mampu belajar dengan kondisi yang nyaman.
Pada siklus II, nampak nilai rata-rata hasil belajar yang meliputi keterampilan berpikir dasar (KBD) sudah mencapai kriteria keberhasilan minimal, yaitu 67,14 sedangkan data keterampilan berpikir kritis (KBK) pada siklus II baru mencapai 65,43 seperti disajikan pada Tabel 3.1. Ketuntasan belajar untuk keterampilan berpikir dasar (KBD) dan berpikir kritis (KBK) adalah 50%. Hasil analisis data tanggapan siswa adalah 73,14 pada siklus II dengan kategori positif. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II terungkap beberapa kendala dan hambatan yang dijadikan sebagai refleksi untuk siklus III terkait dengan proses pembelajaran dan penilaian, antara lain: (1) pada siklus II siswa telah mampu membuat peta konsep. Namun, siswa belum maksimal dalam menggali konsep-konsep. Kemudian siswa belum mampu menemukan hubungan berupa cross link antara beberapa konsep dalam membangun konsep yang lebih khusus dan belum melengkapi dengan contoh setiap konsep. (2) Selama siklus II, siswa sudah menunjukkan keaktifan dalam diskusi. Namun, kualitas pertanyaan yang disampaikan belum menunjukkan tingkat berpikir yang kritis. Pertanyaan yang diajukan hanya menjiplak pertanyaan yang ada di beberapa buku penunjang. Ini tentunya tidak akan membuat siswa memahami secara mendalam apa yang dipelajari. (3) Siswa meengesampingkan hubungan antara peta konsep sebelumnya dengan yang baru dibuatnya. Akibatnya proses memorizing tidak berjalan optimal.
Berdasarkan temuan pada siklus II tersebut, maka diadakan upaya untuk memperbaiki proses tindakan pada siklus III, antara lain: (1) melakukan perbaikan terhadap LKS yang dibuat. Hal ini karena pemecahan masalah LKS merupakan salah satu tuntunan siswa dalam menyusun peta konsep. Selain itu, peta konsep yang dikumpulkan, diperiksa kemudian diberikan saran perbaikan ataupun komentar yang dapat memotivasi atau menggugah siswa untuk membuat peta konsep yang terbaik. (2) Ketika memberikan reward berupa bonus nilai terhadap keaktifan siswa, dibuatkan klasifikasi. Apabila tanggapan baik berupa saran, kritik, maupun pertanyaan yang diajukan menunjukkan tingkat berpikir kritisnya, maka akan mendapatkan nilai tambah yang tertinggi. Sebaliknya siswa akan mendapatkan nilai tambah atau sekedar penguatan apabila tanggapan yang ditunjukkan belum menunjukkan tingkat kemampuan berpikirnya. Dengan demikian, siswa akan dilatih untuk terus berpikir kritis. (3) Peta konsep akhir pembelajaran yang dibuat tidak hanya peta konsep yang mengacu pokok bahasan yang dibahas saat itu. Tetapi sebelum tes akhir siklus III, siswa membuat peta konsep mengacu pada pokok bahasan yang diajarkan pada siklus III. Dengan begitu, kemampuan siswa dalam berpikir yang terwujud dalam peta konsep dapat kita ukur. Berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran di siklus III diyakini akan berpengaruh secara signifikan dalam pencapaian keterampilan berpikir dasar dan berpikir kritis terhadap konsep Matematika yang dipelajarinya.
Berdasakan Tabel 3.1, nampak nilai rata-rata hasil belajar yang meliputi keterampilan berpikir dasar (KBD) dan berpikir kritis (KBK) sudah melampaui kriteria keberhasilan minimal, yaitu 67 pada siklus III. Nilai rata-rata keterampilan berpikir dasar (KBD) adalah 72,57 dengan prosentase ketuntasan belajar sudah 100%, sedangkan untuk nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis (KBK) adalah 72,95 dengan ketuntasan belajar mencapai 88%. Selain itu, jika dibandingkan dengan data keterampilan berpikir dasar dan berpikir kritis pada siklus I dan siklus II dengan data yang diperoleh di siklus III, nampak mengalami peningkatan seperti disajikan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Profil Keterampilan Berpikir Siklus I, siklus II, dan III
Gambar 3.2 Profil Tanggapan Siswa Siklus I, Siklus II, dan III
Begitu juga dengan hasil analisis tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan menunjukkan bahwa data tanggapan siswa menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan siklus sebelumnya, yaitu 82 pada siklus III dengan kategori positif seperti disajikan pada Gambar 3.2.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pembelajaran Kooperatif GI dengan Penilaian Berbasis Peta Konsep untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Dasar Siswa
Temuan dalam penelitian ini tampaknya juga sudah sesuai dengan teori yang ada, ketika siswa membuat peta konsep, siswa memikirkan konsep-konsep, mencari hubungannya. Apabila siswa mampu menghubungkan konsep yang dipelajari maka siswa akan memahami apa yang dipelajari. Untuk dapat menemukan konsep-konsep dan mencari hubungannya diperlukan kegiatan penyelidikan. Untuk itu, pembuatan peta konsep akan optimal apabila dilakukan melalui penyelidikan berkelompok. Pembelajaran yang mengakomodasi aktivitas penyelidikan adalah pembelajaran kooperatif tipe GI. Dengan demikian dapat dikatakan, pembelajaran kooperatif tipe GI cocok diterapkan dengan penilaian berbasis peta konsep untuk meningkatkan keterampilan berpikir dasar.
Selain itu juga, temuan penelitian ini didukung oleh karakteristik siswa di kelas VIIIA dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI. Kelas ini memiliki perbedaan kemampuan akademik, kemampuan ekonomi, dan kondisi tempat tinggal antar siswa. Ditinjau dari materi yang muncul di semester ini, antara materi satu dengan yang lain sangat berhubungan erat. Kondisi ini memudahkan siswa dalam menyusun peta konsep. Dengan demikian, pembelajaran di semester II akan mudah untuk dipahami melalui pembuatan peta konsep dengan investigasi berkelompok.
Berdasarkan pembahasan tersebut, implikasi yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini antara lain: (1) agar pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan pembelajaran kooperatif GI dengan penilaian berbasis peta konsep dapat menjadi salah satu alternatif, (2) untuk mendapatkan keterampilan berpikir tingkat dasar, pembelajaran kooperatif GI dengan penilaian berbasis peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu pilihan, (3) dalam menerapkan pembelajaran berbasis peta konsep perlu memperhatikan keterkaitan antar materi yang akan dibahas.
3.2.2 Pembelajaran Kooperatif GI dengan Penilaian Berbasis Peta Konsep untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Temuan dalam penelitian ini tampaknya juga sudah sesuai dengan teori yang ada. Pembelajaran kooperatif GI mengarahkan aktivitas pembelajarannya berpusat pada siswa. Dalam belajar siswa membentuk kelompok-kelompok investigasi. Hasil penyelidikan berupa pemecahan masalah akan bermakna bila siswa menemukan hubungan antara konsep yang ada kemudian menyesuaikan dengan konsep yang dimilikinya. Untuk mewujudkan hal itu, penilaian berbasis peta konsep dapat menjadi solusi. Pembuatan peta konsep merangsang siswa berpikir untuk mengidentifikasi konsep-konsep penting, mengklasifikasi konsep-konsep tersebut, menentukan hubungan antar konsep, menggambarkan bentuk hubungan antar konsep (form the link or connection). Aktivitas tersebut memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis siswa dapat diukur melalui peta konsep yang dibuat. Semakin lengkap/rumit peta konsep yang dibuat, maka siswa tersebut memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik. Selain itu, kritis tidaknya siswa dapat dilihat dari tanggapan yang diajukan terhadap apa yang sudah dipresentasikan.
Berdasarkan pembahasan tersebut, implikasi yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini, antara lain sebagai berikut. Pertama, untuk mencapai keterampilan berpikir kritis yang optimal dalam belajar Matematika, model pembelajaran kooperatif GI dengan penilaian berbasis peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu fasilitas belajar siswa. Kedua, peta konsep yang dibuat siswa dapat digunakan sebagai salah satu teknik evaluasi alternatif. Melalui peta konsep yang dibuat siswa, guru dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan.Ketiga, untuk mencapai keterampilan berpikir kritis yang optimal, seting pembelajaran kooperatif GI tepat digunakan. Pembelajaran dengan seting kooperatif GI akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui kerja kelompok dalam melakukan investigasi terhadap permasalahan yang dihadapi sehingga pembelajaran akan menjadi bermakna (meaningfull learning).
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disajikan simpulan penelitian sebagai berikut. Pertama, penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir dasar siswa kelas VIIIA dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 4 Bebandem . Kedua, penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIIA dalam pembelajaran Matematika semester II tahun pelajaran 2012/2013 SMP Negeri 4 Bebandem . Ketiga, penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep dapat mengakomodasi peningkatan tingkat kepuasan siswa dalam belajar. Tingkat kepuasan tersebut direpresentasikan oleh tanggapannya terhadap penerapan penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep. Dalam penelitian ini, diperoleh data skor rata-rata tanggapan siswa sebesar 60 pada siklus I yang kemudian meningkat menjadi 73 pada siklus II dan meningkat lagi menjadi 82 pada siklus III.
Berdasarkan simpulan yang ditarik dari penelitian ini, diajukan saran tindak lanjut sebagai berikut. Pertama, untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika, maka penerapan penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep sebagai salah satu pembelajaran berbasis kinerja siswa. Kedua, dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep, penilaian pembelajaran dilakukan melalui peta konsep yang dihasilkan. Ketiga, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, para guru hendaknya mempertimbangkan dalam memilih model pembelajaran dan penilaian yang akan digunakan. Untuk mencapai keterampilan berpikir dasar dan kritis siswa yang optimal penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dengan penilaian berbasis peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif.
Daftar Pustaka
Jones, M.G. & Brader-Araje, L. 2002. The impact of constructivism on education: language, discourse, and meaning. American communication journal. Vol. 5, Issue 3
Mandal, R.R. 2009. Cooperative learning strategies to enhance writing skill. The Modern Journal of Applied Linguistics. Vol. 1. ISSN 0974-8741 (94-102)
Mistades, V.M. 2009. Concept mapping in introductory physics. Journal of Education and Human Development. ISSN 1934-7200. Vol 3, Issue 1 (1-6)
Novak, J.D. & Gowin, D. B. 1985. Learning how to learn. New York: Cambridge University Press
Selçuk, G.S., Çaliskan, S., & Erol, M. 2008. The Effects of Problem Solving Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use. LAJPE. Vol. 2 No. 3 (151-166)
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning.Second Edition. Boston: Allyn and Bacon
Solaz-Portoles, J.J. & Lopez, V.S. 2007. Cognitive variables in science problem solving: a review of research. Journal of Physics Teacher Education Online. Vol. 4 No 2 (25-32).Available at: http://www.phy.ilstu. edu/jpteo
Sukadi. 2006. Pembelajaran dan penilaian berbasis portofolio di sekolah menengah dalam rangka pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Workshop KBK SMA Negeri 1 Payangan semester 1 tahun pelajaran 2006/2007, pada hari Senin, tanggal 13 Juli 2006 di SMA Negeri 1 Payangan Kabupaten Gianyar
SU, J.M., LIN, H.Y., TSENG, S.S., & LU, C.J. 2011. Opass: an online portfolio assessment and diagnosis scheme to support web-based scientific inquiry experiments. The Turkish Online Journal of Educational Technology. Vol. 10, Issue 2 (151-173)
Zakaria, E. & Iksan, Z. 2006. Promoting cooperative learning in science and mathematics education: a Malaysian perspective. EurasiaJournal of Mathematics, Science, & Technology Education. Vol. 3 No. 1 (35-39)
Lampiran 1
Sebaran Nilai Siswa dan Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Dasar (KBD)
NO |
NAMA SISWA |
NILAI (DALAM SKALA 100) |
||
SIKLUS I |
SIKLUS II |
SIKLUS III |
||
1 |
ADRI NI LUH |
60 |
72 |
76 |
2 |
AGUS RASTIKA I GEDE |
60 |
68 |
76 |
3 |
ALDY YOGA SUYADNYA I GD. |
68 |
80 |
80 |
4 |
ANGGA SAPUTRA I GEDE |
52 |
60 |
68 |
5 |
DANDI ARI SAPUTRA I GD. |
60 |
68 |
68 |
6 |
ERNA KARTIKA L. NI KT. |
68 |
64 |
68 |
7 |
IRAWATI NI MADE |
56 |
68 |
68 |
8 |
LISTIANI NI LUH |
80 |
84 |
92 |
9 |
OKTAPIAWATI NI LUH |
68 |
76 |
80 |
10 |
PANJI MAHADHI I KADEK |
68 |
72 |
76 |
11 |
PARWATI NI LUH |
52 |
60 |
68 |
12 |
PURIANI NI NYOMAN |
64 |
64 |
68 |
13 |
PURNAYANTI NI LUH |
56 |
60 |
68 |
14 |
RISKI ETIKA CANDRA I GD. |
52 |
56 |
68 |
15 |
ROBBY PUJAWAN I KADEK |
80 |
92 |
92 |
16 |
SANTARININGSIH NI MADE |
56 |
64 |
68 |
17 |
SANTIKA PUTRA I GUSTI GD. |
60 |
72 |
68 |
18 |
SARI MERTAYASA I KM. GD |
52 |
56 |
68 |
19 |
SEPTIAWAN I KOMANG |
52 |
60 |
68 |
20 |
SILA SANTRIANA I KADEK |
52 |
56 |
68 |
21 |
SITA IKA PARWATI NI WY. |
56 |
60 |
72 |
22 |
SRI MARTINI DEWI NI NYM. |
56 |
60 |
68 |
23 |
SUDIARTINI NI NYOMAN |
68 |
68 |
68 |
24 |
SUKA ARTAWAN I KADEK |
60 |
68 |
68 |
25 |
VEMI SARENI NI LUH |
60 |
68 |
76 |
26 |
WINDY PURWATI NI NYM. |
60 |
64 |
72 |
27 |
WIDANA I NYOMAN |
56 |
60 |
68 |
28 |
WIRAWAN I PUTU |
64 |
76 |
76 |
29 |
YANDE IRAWAN |
52 |
64 |
80 |
30 |
YERINA WITRI YANTI NI KD. |
56 |
60 |
68 |
31 |
YOGA PRADANA I GEDE |
52 |
60 |
68 |
32 |
YOGA I NENGAH |
56 |
56 |
68 |
|
|
|
|
|
NILAI RATA-RATA |
60,10 |
67,14 |
72,57 |
Lampiran 2
Sebaran Nilai Siswa dan Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis (KBK)
NO |
NAMA SISWA |
NILAI (DALAM SKALA 100) |
||
SIKLUS I |
SIKLUS II |
SIKLUS III |
||
1 |
ADRI NI LUH |
52 |
72 |
76 |
2 |
AGUS RASTIKA I GEDE |
50 |
68 |
84 |
3 |
ALDY YOGA SUYADNYA I GD. |
60 |
76 |
68 |
4 |
ANGGA SAPUTRA I GEDE |
52 |
60 |
76 |
5 |
DANDI ARI SAPUTRA I GD. |
52 |
68 |
68 |
6 |
ERNA KARTIKA L. NI KT. |
52 |
64 |
68 |
7 |
IRAWATI NI MADE |
56 |
68 |
68 |
8 |
LISTIANI NI LUH |
60 |
83 |
92 |
9 |
OKTAPIAWATI NI LUH |
68 |
76 |
92 |
10 |
PANJI MAHADHI I KADEK |
48 |
72 |
84 |
11 |
PARWATI NI LUH |
44 |
60 |
72 |
12 |
PURIANI NI NYOMAN |
60 |
64 |
80 |
13 |
PURNAYANTI NI LUH |
68 |
60 |
68 |
14 |
RISKI ETIKA CANDRA I GD. |
62 |
58 |
68 |
15 |
ROBBY PUJAWAN I KADEK |
55 |
76 |
88 |
16 |
SANTARININGSIH NI MADE |
52 |
64 |
68 |
17 |
SANTIKA PUTRA I GUSTI GD. |
64 |
72 |
72 |
18 |
SARI MERTAYASA I KM. GD |
56 |
58 |
72 |
19 |
SEPTIAWAN I KOMANG |
Artikel Lainnya :
3128
11 Maret 2016Unik, Nyepi di Bali Bersamaan dengan Gerhana Matahari 647615 Februari 2016MAKNA NGELINGGIHANG DEWA HYANG 237613 Januari 2016Ritual Unik di Desa Adat Asak Karangasem - Nyepeg Sampi Beramai-ramai untuk Menetralisir Alam 265106 Januari 2016MENYONGSONG HADIRNYA SEORANG “NEGARAWAN” 274605 Oktober 2015PENGARUH INTELIGENSI DAN PENALARAN FORMAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 AMLAPURA
Lihat Arsip Artikel Lainnya :
Waktu Pelayanan Informasi
Hari Senin s/d Kamis Jam: 07.30 s/d 15.00 Wita Hari Jumat Jam: 07.30 s/d 14.00 Wita
Kritik Saran
Polling
Bagaimana Penilaian Anda Terhadap Website ini?
Statistik
|